GALAU
Saat itu , aku masih belum lama duduk di
sebuah sekolah untuk melanjutkan proses belajarku dari jenjang sekolah yang
sebelumnya. Tak disangka, aku mendapatkan anugerah terindah yang diberikan oleh
Tuhan kepadaku. Yaitu seorang teman laki-laki yang istimewa.
Pada
awalnya, memang terasa biasa saja. Tetapi, lambat laun aku mulai merasakan
adanya debaran jiwa yang bergejolak di dalam hatiku. Aku sudah tak sanggup
membendungnya lagi. Aku akui, aku mulai merasakan getaran cinta. Sayangnya, dia
sudah mempunyai belahan hati yang sangat dipujanya. Betapa tercabiknya hatiku
ini. Tetapi, apa dayaku berusaha? Semua terasa sia-sia saja. Aku hanya bisa
pasrah dan menunggunya sampai entah seberapa lama.
Akupun
merasakan sesuatu yang sering anak muda gaul sekarang sebut, galau. Kurasakan
bahwa kegalauanku ini aneh dan tak biasa. Sangat kuat dan dahsyat sehingga aku
tak dapat bertempur melawannya. Pada akhirnya, tubuhku yang sedikit jumbo ini
kalah termakan oleh perasaan galau ini.
Kesehatanku sedikit demi sedikit terenggut oleh ganasnya perasaan galau yang
menderu. Alhasil, akupun jatuh sakit.
Di pagi
hari yang cerah, burung-burung berkicau dengan riangnya. Seluruh makhluk hidup
ciptaan-Nya mulai beraktivitas seperti biasa. Namun, hanya aku yang dirundung
masalah. Keadaanku masih belum membaik. Tubuhku masih lunglai. Aku masih berada
di ambang kesadaran. Wajahku pucat bak orang mati. Akupun bertanya pada
temanku.
“Apakah
aku kelihatan pucat?”
“Wah,
iya Ver. Kamu sakit, ya?” Jawab teman-temanku. “Iya koh. Ga tau kenapa, dari
kemaren tubuhku terasa ga enak. Keringat dingin pula.” Sambungku.
“Minum
obat, Ver. Takut kenapa-kenapa.” Teman-teman mulai mencemaskanku.
“Nanti
saja lah.”
Aku menuju
ke pelataran kelas dan duduk termangu di sana. Kulihat temanku sedang menyapu
di dekat pintu. Karena ingin memastikan, akupun bertanya kembali.
“Apakah
aku kelihatan pucat?” tanyaku.
“Aduh?
Gimana ya? Aku juga bingung Ver.” Jawabnya kebingungan.
Tiba-tiba
ada seorang anak laki-laki, masih temanku juga, lewat di antara kami dan
berhenti sejenak sembari mengkaitkan dasi di lehernya. Temanku yang tadi
bertanya kepadanya.
“Hei,
apakah Vera kelihatan pucat? Ga kan ya?”
Dia tak
menjawabnya, seakan bisu. Dia hanya menatap wajahku dengan mata yang
memancarkan kehangatan dan senyuman yang penuh canda.
“Apaan
si kamu?” kataku memecahkan suasana.
Beberapa
hari setelah itu, aku mendengar kabar baik. Bahwa, dia sudah tidak menjalin
hubungan kasih dengan teman perempuannya. Begitu senangya hati ini. Serasa
membelah atmosfer berlapis-lapis, naik paus akrobatis, menuju ke rasi bintang
yang paling manis. Tanpa berpikir panjang, aku menarik kesimpulan bahwa inilah kesempatanku untuk mendekatinya.
Tak akan ada waktu yang akan ku sia-siakan. Dan aku bertekad, aku akan
meluluhkan hatinya.
Dengan
segala usaha yang ku kerahkan, dia mulai memberikan secercah harapan. Namun,
itu tak berlangsung lama. Ingin rasanya aku menangis ketika aku mendapati bahwa
dirinya telah menemukan pujaan hatinya yang baru hanya dalam hitungan minggu.
Kini, galau datang begitu cepat. Aku mulai berpikir bahwa, mungkin galauku ini
datang menggunakan kereta ekspress atau bus patas. Tapi aku yakin bahwa itu
tidak mungkin. Dan pada akhirnya, lagi-lagi aku jatuh sakit.
Aku sudah
tak dapat menahan perasaan ini. Rasanya seperti ingin melompat keluar dari
hatiku dan berlari menuju orang yang kupuja. Aku bingung harus berbuat apa. Tak
ada tempat untuk menuangkan semua perasaanku. Sampai akhirnya aku menemukan
sebuah jejaring sosial yang sedang nge-trend di kalangan anak remaja, facebook.
Aku tuliskan semua perasaanku dan kubuat tertuju padanya. Entah menyindirnya,
memujinya, mencelanya, hingga gombalan-gombalan jitu untuk dirinya, juga ada.
Banyak
gombalan yang menjadi andalanku. Salah satunya adalah jika ayahya personil
smash, aku akan mengatakan “Kamu telah mencenat-cenutkan hatiku.” Tidak hanya
itu, aku bahkan sudah banyak membuat cerpen penuh suka dan duka yang membuat
dirinya harus terjun ke dalamnya. Dengan penuh rasa penyesalan, semua itu akan menjadi
kenangan. Aku ingin membuat dirinya menjadi cerita masa laluku.
Dan kini
aku sudah lelah untuk menunggu. Tak ada orang yang bisa bertahan untuk menunggu
pujaan hatinya mendekati dirinya dalam kurun waktu yang tak singkat. Aku yakin
itu. Sejak saat itu, aku bertekad bulat untuk melupakannya. Walaupun secara
pelan-pelan. Walaupun akan meninggalkan luka yang mendalam di hatiku, itu tidak
masalah. Selama dia merasakan yang namanya bahagia, akupun ikut merasakannya.
-TAMAT-
hanya untuk pribadi ..
0 coretan:
Posting Komentar